Utang Baru dari ADB #Citarum

Share on facebook
Facebook
Share on google
Google+
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on pinterest
Pinterest

Policy Brief RUU Masyarakat Adat

Walaupun keberadaan Masyarakat Adat telah diakui dalam konstitusi maupun dalam berbagai peraturan perundang-undangan, namun sampai sekarang situasi pengabaian, pengucilan, dan kekerasan terhadap Masyarakat Adat di Indonesia masih terus terjadi. Ada dua masalah utama yang melatarinya. Pertama, tidak adanya pengakuan secara utuh atas keunikan dan kekhasan Masyarakat Adat sebagai masyarakat. Semisal, tari-tariannya diakui, tapi kepercayaannya tidak. Kedua, pengaturan dan pengelolaan Masyarakat Adat di tingkat pemerintah pusat tidak terintegrasi, masih terserak setidaknya di 13 Kementerian/Lembaga (K/L) di mana nomenklaturnya ada pada level direktur/eselon tiga ke bawah. Akibatnya, tidak ada strategi kebijakan yang komprehensif, melainkan lebih bernuansa proyek, yang sering kali saling menegasikan. Belum lagi di tingkat pemerintah daerah yang masing-masing memiliki penafsiran yang beragam tentang Masyarakat Adat.

Budget Brief: Mendorong Tata Kelola Kebijakan & Anggaran yang Berpihak Pada Masyarakat Hukum Adat

Berdasarkan data BRWA Provinsi Kalimantan Tengah memiliki 47 wilayah adat. dan 44 Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang mendiami wilayah seluas 973.527 Ha atau 16 persen dari total luas wilayah provinsi Kalteng (157.983 km²), artinya jumlah sebaran masyarakat adat di wilayah Provinsi Kalteng cukup luas. Keberadaan masyarakat hukum adat yang telah diakui oleh pemerintah, antara lain suku Dayak Ngaju, Suku Dayak Out dan Suku Daya Ma’anyan. Tiga suku besar tersebut dalam perkembangannya terbagi lagi menjadi suku Daya Siang, Dayak Lawangan, Dayak Kohin, Dayak Bakumpai, Dayak Dusun Witu, Dayak Dusun Malang, Dayak Bawo, Dayak Tawoyan, Dayak Punan Aput, Dayak Tomon, dan Dayak Paku.

Ancaman Pelanggaran KBB dan Diskriminasi dalam Rancangan Peraturan Pelaksana UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

Terdapat tiga kategori pengaturan terkait Hak KBB dalam UU Ciptaker, yaitu: (1) Ketentuan yang “baik” dan “tidak bermasalah” yang menciptakan situasi yang kondusif dan iklim usaha yang mempromosikan dan menghormati hak beragama dan berkeyakinan dan menekankan asas non-diskriminasi dalam pelaksanannya. (2) Berpotensi diskriminatif dan melanggar hak KBB. (3) Favoritisme terhadap agama mayoritas.

Mengenal Kejahatan yang Terorganisir (KTO)/ Organized Crime (OC)

Kejahatan terorganisir adalah setiap kelompok yang mempunyai struktur formal yang tujuan utamanya adalah mendapatkan uang/keuntungan melalui kegiatan atau cara-cara yang bertentangan dengan hukum. Kelompok-kelompok tersebut mempertahankan posisi mereka melalui ancaman kekerasan, penggunaan pejabat publik yang korup, korupsi atau pemerasan dan umumnya memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat di daerah atau negara mereka secara keseluruhan.

9 Umbi Pengganti Gandum

Data sejak 20 tahun lalu menunjukkan angka impor pangan Indonesia terus terjadi dan cenderung semakin meningkat. Akibatnya, walau ketersediaan pangan cukup untuk kebutuhan dalam negeri, namun posisinya sangat rentan, karena ketersediaan pangan kita sangat tergantung dari impor, di mana ketersediaan dan harga jual pangan sangat tergantung dari pasar luar negeri.

Informasi ini disampaikan sebagai bagian dari kampanye kedaulatan pangan, dengan mencari dan memasarkan alternatif pengganti gandum. Bersama informasi ini kami telah menerbitkan Lembar Informasi Tolak Gandum, Flyer “Kenapa Tidak Gandum?”, dan card campaign Kedaulatan Pangan.

Sebulir Gandum, Segudang Derita

Buku pendek yang sedang anda baca ini merangkum persoalan yang sangat penting dan besar dalam politik ekonomi pangan Indonesia. Melalui gandum sebagai satu titik bidik, para penulis memaparkan bagaimana skenario politik ekonomi Amerika Serikat dalam mendorong ekonomi Indonesia agar terintegrasi dalam sistem ekonomi global. Indonesia lemah berhadapan dengan pasar bahkan sebagian perannya telah digantikan oleh pasar seperti dalam memenuhi kebutuhan pangan dengan memilih impor daripada menyokong kemampuan rakyatnya untuk memproduksi pangan.

Briefing Paper: Komitmen Penuh Tanda Tanya, Pandangan Kritis Masyarakat Sipil atas INDCs Indonesia

Pada tanggal 30 Agustus 2015 yang lalu, Pemerintah Indonesia lewat Dewan Pengarah PerubahanIklim telah mempublikasikan Draft Intended Nationally Determined Contributions (INDCs) yangakan di-submit pada tanggal 20 September 2015 ke Sekretariat UNFCCC. Pengumpulan insesungguhnya sudah mundur dari batas waktu yang ditentukan pada COP 20 di Lima, Peru yangmentargetkan Maret 2015 sebagai batas waktu pengumpulan INDCs.

Akuntabilitas Bank Dunia: Skema Watsal dalam UU SDA vs odious Debt

Lahirnya UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sangat kental dengan kepentingan Bank Dunia untuk mendorong liberalisasi pengelolaan sumber daya air. Diawali dengan studi Bank Dunia tentang sumber daya air di Indonesia pada tahun 1997 yang menyimpulkan bahwa Indonesia perlu segera mengadakan perubahan dalam pendekatan, cara pandang dan implementasi pengelolaan sumber daya air.