Apa jadinya jika rencana perbaikan kawasan DAS Citarum dilakukan tanpa perencanaan yang matang, transparan dan akuntabel. Rencana rehabilitasi ini yang sudah diinisiasikan pemerintah sejak lima tahun lalu, akan mendapatkan kucuran dana utang baru dari JBIC, JICA dan ADB.
DAS Citarum adalah sumber penghidupan bagi lebih dari 9 juta penduduk di sekitar kawasan DAS, menghasilkan 1.400 MW listrik, sumber air irigasi bagi 240.000 hektar sawah dan sumber pasokan air bersih bagi 80% warga Jakarta. Kawasan ini juga merupakan tempat bagi 11 kawasan konservasi.
ADB berjanji akan memberikan pinjaman total US$ 500 juta bagi proyek yang dinamai Integrated Citarum Water Management (ICWRM), untuk kurun 15 tahun. Sementara JBIC tahun ini akan mengucurkan utang sebesar Rp. 405 miliar untuk rehabilitasi DAS sekitar citarum, terutama DAS Cisarea selama 6 tahun.
Menjadi suatu keniscayaan bahwa DAS Citarum haruslah dipelihara, karena fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial DAS ini. Namun jika penataannya tidak transparan dan jauh dari akuntabilitas, maka tidak mungkin bencana ekologis seperti yang terjadi dalam pembangunan kawasan lahan gambut satu juta hektar di kalimantan tengah akan terulang kembali.
Jejak lemahnya akuntabilitas proyek ICWRM ini dapat dilihat dari masa persiapannya. ADB telah mengucurkan uang hibah sebesar lebih dari 2 juta USD sejak tahun 2004 melalui Dirjen Sumber Daya Air, Pekerjaan Umum. Tujuan utama hibah ini adalah “…. memperkaya dan memutakhirkan rencana ICWRM, termasuk melihat kebijakan pemerintah akan tarif dasar air”.
Penelusuran dokumen lainnya adalah Environmental Assessment and Review Framework (EARF)/ Kerangka penilaian dan ulasan lingkungan serta Strategic Environmental Assessment (SEA)/ penilaian lingkungan strategis yang lagi-lagi mendapat dana hibah dari ADB sebesar US $ 460,000. Namun kedua dokumen itu tidak menjawab pertanyaan mendasar mengenai akan diapakan DAS Citarum itu? Bagaimana cara pengelolaannya? Siapa yang terkena dampak? Bagaimana dampak lingkungannya? dan Siapa yang bertanggung jawab dalam pengelolaannya?
Sungguh aneh, padahal laporan telah selesai dibuat tahun 2006, namun dokumen lengkap untuk sekedar menjawab pertanyaan diatas tidaklah tersedia untuk publik. Maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana akses publik atas informasi rencana proyek ini. Apakah masyarakat yang berpotensi terkena dampak mengetahui dan sadar (aware) akan rencana proyek ini?
Di tengah negeri tertimbun utang luar negeri sampai 150 milyar USD, dan menyedot sepertiga APBN untuk membayar cicilan utang itu, maka sangatlah tidak bijaksana jika pemerintah Indonesia menandatangani kontrak utang dengan ADB untuk membiayai ICWRM sebesar 640 juta USD. Utang yang akan ditanggung seluruh rakyat Indonesia sampai berpuluh-puluh tahun kemudian. (E-LAW Indonesia: elaw.indonesia.gmailcom)