Gunawan Wiradi: Noktah Besar Gerakan Agraria

SEMALAM (30.11.2020) saya membaca kabar singkat di grup “whatsapp”: Gunawan Wiradi (GW) wafat. 6 bulan terakhir teramat banyak tokoh atau sahabat dekat yang mangkat, sebagian dirisak oleh wabah Covid-19. Kejutan demi kejutan menyergap tiap pekan, kadang hanya jeda usai makan. Linang air mata kerap tumpah sebab warta kematian. Kali ini degup kejut membuat terkesiap seperti bunyi benda keras yang saling bersitubruk. GW adalah noktah besar dalam gerakan agraria. Ia bukan hanya intelektual raksasa, namun aktivis dan organisator yang amat berwibawa. Ucapannya mirip sabda.

Sejak mahasiswa saya telah mengagumi sepak terjangnya, juga publikasi-publikasinya. Buku wajib yang selalu dibaca mahasiswa soal petani, perdesaan, dan agraria saat itu adalah karya James C. Scott yang bertajuk “The Moral Economy of the Peasant” dan Samuel L. Popkin yang berjudul “The Rational Peasant: The Political Economy of Rural Society in Vietnam”. Namun, dua karangan itu rasanya tak sahih bila belum khatam membaca karya Sajogyo, Tjondronegoro, Mubyarto, dan tentu saja Gunawan Wiradi. Kitab GW Soal desa dan reforma agraria berserak tak terhingga.

Proyek Survei Agro Ekonomi (SAE) yang berjalan sejak 1968 menjadi cikal baru pendekatan penelitian pertanian: riset mikro. Gunawan Wiradi yang bergabung sejak 1972 dalam proyek tersebut melakukan pekerjaan dengan paripurna. Ia langsung digembleng oleh Sajogyo dengan proses yang amat keras. Di luar dugaan, GW punya kepekaan kualitatif yang tajam. Ia catat rinci bahan-bahan penting yang tak tertampung dalam kuisioner (padahal kuisioner Sajogyo dikenal sangat detail). Catatan itu yang kemudian menjadi sebuah laporan menggetarkan yang berjudul: “Proses Panen dan Alat-alat yang Digunakan.”

Pada tahun itu pula (1972) terbit risalah Sajogyo: “Modernization without Development in Rural Java”. Manuskrip itu yang mengilhami GW membikin tesis dengan topik “Rural Development and Rural Institution, A Study of Institutional Changes in West Java” (1978). Karya ini amat monumental karena menyodorkan pendekatan baru dalam studi perdesaan dan kelembagaan. GW dalam risetnya mengembangkan metode survei singkat, pengamatan, dan wawancara mendalam. Selanjutnya, metodologi pelaporan dilakukan via catatan riset, kertas kerja, dan laporan.

Saya berbincang sangat lama dengan beliau pada medio 2016 di Bandung soal perdesaan dan agraria. Usianya saat itu 84 tahun, tapi bicaranya masih sangat jernih dan tajam. Pada 2019 lalu saya mendapatkan kehormatan ketika diminta membedah buku biografinya yang bertitel: “GWR Jali Merah.” GW masih gesit seperti 3 tahun sebelumnya, humornya segar, dan rendah hati yang tanpa batas. Itu pertemuan terakhir, sekaligus melahirkan ketakjuban yang tak bakal tersingkir. Malam ini beliau mangkat, namun pikiran dan api perjuangannya terus mengkilat. Selamat jalan, Suhu.

Ahmad Erani Yustika

Guru Besar FEB Universitas Brawijaya

Sumber: https://beritabaru.co/gunawan-wiradi-noktah-besar-gerakan-agraria/

Share on facebook
Facebook
Share on google
Google+
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn
Share on pinterest
Pinterest
Sekali Lagi, Tentang Kapitalisme dan Pandemi Covid-19

PANDEMI Covid-19 kian mengganas. Mimpi buruk global yang kita kira akan membaik tahun ini justru tak kunjung usai. Kecuali Anda adalah seorang pemuda Ashabulkahfi yang tertidur ratusan tahun di gua ketika menghindari persekusi raja lalim versi masa kini, tentu kondisi krisis ganda kapitalisme dan pandemi Covid-19 begitu jelas terpampang setiap detik di hadapan kita semua

Gunawan Wiradi: Noktah Besar Gerakan Agraria

Proyek Survei Agro Ekonomi (SAE) yang berjalan sejak 1968 menjadi cikal baru pendekatan penelitian pertanian: riset mikro. Gunawan Wiradi yang bergabung sejak 1972 dalam proyek tersebut melakukan pekerjaan dengan paripurna. Ia langsung digembleng oleh Sajogyo dengan proses yang amat keras. Di luar dugaan, GW punya kepekaan kualitatif yang tajam. Ia catat rinci bahan-bahan penting yang tak tertampung dalam kuisioner (padahal kuisioner Sajogyo dikenal sangat detail). Catatan itu yang kemudian menjadi sebuah laporan menggetarkan yang berjudul: “Proses Panen dan Alat-alat yang Digunakan.”

Masyarakat Adat dan Kesultanan (Kerajaan)

Terdapat paling sedikit 19 (sembilan belas) istilah peraturan perundang-undangan yang menggunakan kata “Masyarakat Adat/hukum adat/masyarakat tradisional/komunitas adat Masyarakat Adat dengan definisi yang beragam antara lain UU Nomor 5 tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria, UU Nomor 5 tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa, UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, UU Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air, UU Nomor 18 Tahun 2007 Tentang Perkebunan, UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta berbagai peraturan perundang-undangan lainnya