Pendanaan untuk pengembangan proyek gas dari Multilateral Development Banks (MDBs) serta beberapa institusi keuangannya, seperti Asia Development Bank (ADB) dan World Bank Group (WBG), mampu menghambat Indonesia memenuhi komitmen Perjanjian Paris. Emisi dari penggunaan gas, khususnya emisi metana berdampak signifikan pada kerusakan iklim. Pembiayaan itu tidak hanya mengunci Indonesia pada ketergantungan pada bahan bakar fosil, MDBs juga mengingkari komitmen iklimnya untuk menyelaraskan aliran pendanaannya dengan Perjanjian Paris untuk transisi energi yang adil dan rendah karbon.
Dalam konteks transformasi menuju sumber energi yang lebih terbarukan, Indonesia terus mempromosikan gas sebagai solusi transisi energi. Akan tetapi, gas tetap berkontribusi signifikan terhadap emisi gas rumah kaca, terutama melalui rantai pasoknya. Emisi metana dari pembakaran bahan bakar fosil bertanggung jawab sekitar 30% atas naiknya temperatur global sejak revolusi industri. Dengan demikian, laporan ini mengevaluasi dan memetakan keterlibatan lembaga keuangan dan posisi gas alam, khususnya LNG, sebagai energi transisi di Indonesia, sekaligus menyorot dampak lingkungan, ekonomi, dan sosial dari penggunaannya
Indonesia memiliki cadangan gas yang signifikan dengan infrastruktur yang terus dikembangkan. Proyek besar seperti Tangguh LNG, Bontang LNG, dan Abadi Masela memerlukan investasi besar hingga USD 34,42 miliar yang melibatkan perusahaan BUMN/swasta, pemerintah, dan MDBs. Nyatanya, pembangunan infrastruktur gas sering diiringi dampak buruk, seperti praktik korupsi dan inefisiensi tata kelola dalam pengelolaan pembangunan proyek hingga sengketa geopolitik. Pencemaran limbah B3, kebocoran pipa, dan konflik dengan masyarakat lokal menunjukkan tata kelola yang lemah dan kurangnya perhatian atas keberlanjutan.
Upaya pemerintah mempromosikan gas sebagai solusi transisi energi tak hanya menunjukkan ambiguitas dalam memaknai transisi energi bersih yang sesungguhnya, tapi memberikan tanda tanya besar atas komitmen iklim MDBs. Karena itu, diperlukan kebijakan yang lebih tegas untuk mempercepat transisi ke energi terbarukan, meningkatkan tata kelola, dan menghentikan pendanaan proyek energi fosil. Indonesia perlu memperkuat komitmen global terhadap pengurangan emisi gas rumah kaca. Laporan ini menyerukan pendekatan yang lebih konsisten dan berkelanjutan dalam mendukung transformasi energi dengan fokus pada mitigasi dampak negatif gas alam terhadap lingkungan dan masyarakat.
Foto: Melvinas Priananda/Trend Asia
Financing for gas project development from Multilateral Development Banks (MDBs) and their financial institutions, such as the Asia Development Bank (ADB) and the World Bank Group (WBG), could prevent Indonesia from meeting its Paris Agreement commitments.
Emissions from gas use, particularly methane emissions, have a significant impact on climate breakdown. Not only does this financing lock Indonesia into fossil fuel dependence, the MDBs are also reneging on their climate commitments to align their financing flows with the Paris Agreement for a just and low-carbon energy transition.
In the context of the transformation to more renewable energy sources, Indonesia continues to promote gas as an energy transition solution. However, gas continues to contribute significantly to greenhouse gas emissions, particularly through its supply chain. Methane emissions from fossil fuel combustion are responsible for about 30% of the global temperature rise since the industrial revolution. As such, this report evaluates and maps the engagement of financial institutions and the position of natural gas, particularly LNG, as a transition energy in Indonesia, while highlighting the environmental, economic and social impacts of its use.
Indonesia has significant gas reserves with infrastructure that continues to be developed. Large projects such as Tangguh LNG, Bontang LNG, and Abadi Masela require large investments of up to USD 34.42 billion involving state-owned/private companies, the government, and MDBs. In fact, gas infrastructure development is often accompanied by adverse impacts, such as corrupt practices and governance inefficiencies in managing project development to geopolitical disputes. Hazardous waste pollution, pipeline leaks, and conflicts with local communities demonstrate weak governance and a lack of attention to sustainability.
The government’s efforts to promote gas as a solution to the energy transition not only shows ambiguity in interpreting the true meaning of clean energy transition, but also puts a big question mark over the MDBs’ climate commitments. Therefore, more assertive policies are needed to accelerate the transition to renewable energy, improve governance, and stop financing fossil energy projects. Indonesia needs to strengthen its global commitment to reducing greenhouse gas emissions. This report calls for a more consistent and sustainable approach to supporting energy transformation with a focus on mitigating the negative impacts of natural gas on the environment and society.
Photo by Melvinas Priananda/Trend Asia
Media coverage:
https://www.jpnn.com/news/ambiguitas-komitmen-iklim-para-pendana-infrastruktur-gas-di-indonesia
https://podme.id/melihat-ambiguitas-komitmen-iklim-para-pendana-infrastruktur-gas/
https://www.inilah.com/pendanaan-proyek-gas-di-indonesia-dinilai-bertentangan-dengan-komitmen-iklim
https://www.akurat.co/riil/1305765087/proyek-gas-lng-ri-antara-investasi-dan-celah-korupsi
https://www.metrotvnews.com/read/NOlCA0Yv-pengembangan-proyek-gas-dinilai-hambat-komitmen-iklim-ri








